Mahasiswa STIKOM Surabaya Ciptakan Alat Kontrol Kecelakaan Kereta

SURABAYA--MI: Mahasiswa STIKOM Surabaya, Khalid Mawardi berhasil menciptakan alat pengontrol posisi kereta api yang sedang menghadapi masalah dalam perjalanan, seperti kecelakaan yang sulit dijangkau.

Khalid kepada wartawan di Surabaya, mengemukakan bahwa ide menciptakan alat itu berawal dari banyaknya kecelakaan kereta api di Indonesia yang beberapa diantaranya lokasinya sulit untuk cepat diketahui. Kondisi seperti itu akan mempersulit pertolongan untuk para penumpang yang menjadi korban kecelakaan karena para penolong harus mencari dulu posisi kereta yang mengalami kecelakaan, kata pria berusai 26 tahun itu.

Karya bernama Train Control & Monitoring yang dikerjakan untuk tugas akhir di STIKOM dengan nilai A plus itu menggunakan wireless untuk menghubungkan alat di kereta dengan pusat pengontrol yang menggunakan komputer.

Dalam simulasinya, ia menunjukkan bahwa di setiap rel dipasangi alat infra merah untuk memberi sinyal posisi dan gerakan kereta. Namun demikian, untuk kondisi yang sesungguhnya akan kesulitan menggunakan infra merah.

Kalau kondisi riil bisa menggunakan GPS dalam menentukan kordinat kereta. Data kordinat itu nantinya akan dikirim melalui wireless ke pusat data kontrol. Kalau menggunakan infra merah butuh biaya yang banyak, kata mahasiswa yang akan diwisuda dengan IPK 3,45 itu.

Ia mengemukakan bahwa kereta api di Indonesia belum menggunakan alat tersebut. Namun dalam penelusurannya di internet, alat semacam itu sudah digunakan di negara maju, seperti Amerika utara dengan nama position train control (PTC).

Selain digunakan untuk mengontrol posisi kereta dalam kecelakaan, alat ini juga bisa dikembangkan untuk keperluan lebih luas dalam rangka pelayanan bagi penumpang, seperti manajemen penjadwalan kereta dan lainnya. Menurut dia, karya itu dikerjakan cukup lama, yakni sekitar 1,5 tahun.

Hal itu terkendala oleh masalah pencarian komponen, selain masalah yang berkaitan dengan keperluan pribadi. Khalid mengemukakan bahwa karyanya itu bisa diaplikasikan dalam mengatur perekeretapian di Indonesia, meskipun mungkin hal tersebut tidak mudah. Misalnya PT KAI harus menyiapkan infrastruktur berupa BTS (base transceiver station).

Tapi sebetulnya kalau mau bisa memanfaatkan BTS yang sudah ada dan digunakan oleh beberapa operator telepon seluler. Tentunya hal ini membutuhkan kerjasama dengan operator telepon seluler, katanya.

Ia mengemukakan bahwa untuk pengadaan satu modul GPS dalam kondisi riil untuk satu kereta api hanya membutuhkan biaya sekitar Rp750.000. Sementara itu untuk pembuatan simulasi itu, Khalid telah menghabiskan dana sekitar Rp800.000. (Ant/OL-03)


Sumber: Media Indonesia Online

Comments :

0 comments to “Mahasiswa STIKOM Surabaya Ciptakan Alat Kontrol Kecelakaan Kereta”

Post a Comment